Akhir-akhir ini kita sering
mendengar istilah “Revolusi Industri 4.0”. Seperti pada pembahasan sebelumn ya
tentang Konsep Revolusi Industri 4.0, berikut lanjutan dari pembahasan revolusi
industri 4.0. Menurut Menperin,
perbedaan antara revolusi industri 3.0 dan revolusi industri 4.0 adalah dimana
revolusi industriketiga didorong oleh laba. sedangkan untuk revolusi industri
keempat lebih didorong oleh harga dan biaya.
Dampak langsung revolusi industri 4.0 adalah hilangnya lapangan kerja dari
era revolusi sebelumnya dan munculnya pekerjaan baru. Pada tahap transisi ini
tak bisa dipungkiri kegelisahan massal dari para pencari kerja dan pekerja yang
pekerjaannya akan digantikan oleh robot. Konon, instalasi atau pemasangan satu
perangkat robotik mampu menggantikan pekerjaan beberapa orang sekaligus. Bila
yang sudah bekerja terancam tidak bekerja, bagaimana peluang calon pencari
kerja ? Padahal bonus demografiIndonesia menciptakan angkatan kerja produkif dengan jumlah
besar. Apakah akan terjadi ledakan pengangguran nasional ?
Menurut Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan, Pelatihan, dan Produktivitas
Kemenaker Bambang Satrio Lelono, setiap revolusi industri pasti akan menggerus
sejumlah pekerjaan, namun revolusi industri juga memunculkan pekerjaan baru.
"Orang yang bisa beradaptasi yang mampu bersaing dalam setiap
perubahan era industri," imbuh Dirjen Pembinaan Pelatihan dan
Produktivitas Kemenaker. Sebagai contoh ke depan produk mobil listrik akan
menjadi andalan di pasar otomotif, maka desain pendidikan mulai tingkat SMK dan
perguruan tinggi harus menuju ke sana.
Saat ini, menurut Bambang Satrio Lelono, dalam menyikapi industri 4.0 maka
dibutuhkan pemetaan jabatan-jabatan pekerjaan baru. Seperti misalnya
transformasi dari industri otomotif berbahan bakar BBM ke kendaraan listrik.
Pihaknya saat ini sudah mengidentifikasi kompetensi tenaga kerja baru terhadap
jabatan-jabatan yang cocok di era disrupsi digital.
"Kuncinya adalah diperlukan strategi bersama transformasi industri,
pemetaan jabatan-jabatan baru dan pemenuhan skill yang sesuai dengan kebutuhan
industri," jelas Bambang.
Melansir dari data Kemenaker, total angkatan kerja (usia produktif)
mencapai 192 juta orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 128 juta angkatan kerja,
64 juta bukan angkatan kerja produktif (ibu rumah tangga dan lain-lain). Dari
angkatan kerja sebesar 121 juta orang, sebanyak 7,04 juta orang adalah
penganggur terbuka. Sementara dalam pasar kerja jumlah pekerja paruh waktu atau
setengah menganggur sangat besar sekitar 51 juta orang.
Baca Juga : Hati-hati Anak Kecanduan Game
Sebanyak 60% berpendidikan SMP ke bawah, sebanyak 27% pendidikan SMA
sederajat, dan 12% lulusan perguruan tinggi. Dari komposisi ini angkatan kerja
nasional 88% didominasi operator dan hanya 12% memiliki kemampuan perekayasa
(engineer). Dari data Kemenaker ini, justru pendidikan menengah ke atas yang
banyak menganggur. Hal ini yang harus diantisipasi sejak di pendidikan menengah
dan tinggi.
Kondisi demikian, Bambang menerangkan, jelas merupakan mismatchantara
lulusan pendidikan dan kebutuhan industri atau under qualified di
pasar kerja. Mereka akhirnya masuk ke Balai Latihan Kerja (BLK). Ini soal
angkatan kerja baru. Lalu bagaimana dengan angkatan kerja yang existing?
Karena angkatan kerja dengan kemampuan SMP amat rentan tergerus dampak dari
teknologi industri versi 4.0
Diadopsi dari Kompasiana Budi Sigit
0 Response to "Lapangan Kerja dan Revolusi Industri 4.0"
Posting Komentar