Belakangan ini
kita sering mendengar istilah Bonus Demografi. Namun apa yang dimaksud
dengan istilah Bonus Demografi ? Beriut ini ulasan yang dikutip dari
Okezonefinance yang ditulis oleh Yuswohady.
Indonesia akan mendapat anugerah bonus demografi
selama rentang waktu
2020- 2035, yang mencapai puncaknya pada 2030. Pada saat itu jumlah kelompok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Jadi, kelompok usia muda kian sedikit, begitu pula dengan kelompok usia tua. Bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio ), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu 44%.
2020- 2035, yang mencapai puncaknya pada 2030. Pada saat itu jumlah kelompok usia produktif (umur 15-64 tahun) jauh melebihi kelompok usia tidak produktif (anak-anak usia 14 tahun ke bawah dan orang tua berusia 65 ke atas). Jadi, kelompok usia muda kian sedikit, begitu pula dengan kelompok usia tua. Bonus demografi ini tercermin dari angka rasio ketergantungan (dependency ratio ), yaitu rasio antara kelompok usia yang tidak produktif dan yang produktif. Pada 2030 angka rasio ketergantungan Indonesia akan mencapai angka terendah, yaitu 44%.
Artinya, pada tahun
tersebut rasio kelompok usia produktif dengan yang tidak produktif mencapai
lebih dari dua kali (100/44). Singkatnya, selama terjadi bonus demografi
tersebut komposisi penduduk Indonesia akan didominasi oleh kelompok usia
produktif yang bakal menjadi mesin pendorong pertumbuhan ekonomi kita.
Negara-negara maju seperti Jepang, Kanada, atau negara-negara Skandinavia tak
lagi produktif karena kelompok usia produktifnya terus menyusut.
Tidak Siap!
Pertanyaannya,
siapa yang paling berperan mengendalikan negeri ini saat puncak bonus demografi
terjadi pada 2030-2035? Jawabnya adalah anak-anak kita yang saat ini berusia
belasan tahun (teens). Kalau saat ini berusia 15 tahun, saat puncak bonus
demografi terjadi usia mereka sekitar 30 tahun, sedang hot-hot-nya untuk
bekerja dan berkarya untuk bangsa. Anak-anak yang kini di usia belasan tahun
itu harus kita persiapkan sebaik mungkin agar saat waktunya tiba harus
mengendalikan negeri ini pada 2030- 2035.
Baca juga : Lapangan Kerja dan Revolusi Industri 4.0
Mereka telah
menjadi manusia-manusia hebat yang betul-betul mampu membawa Indonesia mencapai
masa kejayaan. Manusia-manusia hebat semacam: Zuckerberg, Jobs, atau Musk.
Jadi, kemampuan kita SEKARANG mempersiapkan manusia-manusia hebat selama 15
tahun ke depan akan menentukan keberhasilan kita dalam memanfaatkan celah
kesempatan (window of opportunity ) dari bonus demografi.
Kalau tahun-tahun
puncak bonus demografi kita isi dengan manusia-manusia bodoh, lemah, pengeluh,
pembebek, benalu, dan kecanduan narkoba, sudah pasti kita menyia-siakan
kesempatan yang hadir sekali dalam sejarah setiap bangsa ini. Pertanyaannya
lagi, apakah kita sudah mempersiapkan mereka? Belum! Hingga detik ini tak ada sedikit
pun urgensi nasional untuk mempersiapkan manusia-manusia hebat guna menghadapi
tantangan ”tahuntahun emas” bonus demografi.
Baca juga : Konsep Revolusi Industri 4.0
Skills of the 21
Century
Misalnya dalam
skill dan kompetensi. Tony Wagner (2008) mengidentifikasi ada tujuh skills yang
menjadi penentu kesuksesan anak pada abad 21. Tujuh skills tersebut adalah:
1. Criticalthinking
& Problemsolving
2. Collaboration
across networks & leading by influence
3. Agility &
adaptability
4. Initiative &
entrepreneurialism
5. Effective oral
& written communication
6. Accessing&
analyzing information
7. Curiosity &
imagination
Pertanyaannya,
apakah tujuh skills itu sudah diajarkan di sekolah-sekolah kita? Barangkali
beberapa sekolah khusus sudah mengajarkannya.
Namun, 99,9% lebih
sekolah-sekolah kita tidak mengenalnya. Umumnya sekolah-sekolah kita sibuk
mengajarkan anak didik untuk menghafal dan menyelesaikan soal-soal ujian.
Dengan sistem pendidikan berbasis industrial, sekolah-sekolah kita justru
secara sistematis membonsai kekritisan berpikir, kreativitas, dan daya cipta.
Akhirnya sistem ini menciptakan sosok-sosok pembebek yang defisit daya
imajinasi, daya kreasi, dan passion untuk mengubah dunia. Sebut saja mereka:
Generasi Penghafal.
#GenerasiPencipta
Untuk bisa
memanfaatkan peluang bonus demografi, anak-anak kita yang kini berusia belasan
tahun harus menempa dirinya menjadi sosok generasi masa depan yang saya sebut:
#GenerasiPencipta. Merekalah yang nanti menjadi penentu nasib bangsa, apakah
akan menjadi bangsa besar atau sebaliknya, tetap menjadi negara miskin dan
terbelakang. Generasi Pencipta memiliki empat kualitas personal yang saya sebut
4-C: curiosity, critical thinking, collaboration, dan creating. Beginilah anak Indonesia masa
depan yang bisa mengeksplorasi dan memanfaatkan bonus demografi menjadi sumber
keunggulan bersaing bangsa.
Pertama, curiosity, anak Indonesia harus
memiliki daya imajinasi tanpa batas, rasa keingintahuan tak terhingga, dan
kemauan luar biasa untuk mengeksplorasi ide-ide perubahan karena ini adalah
awal dari sebuah penciptaan.
Kedua, critical thinking, anak
Indonesia harus berpikir kritisd alam merespons setiap masalah yang ada di
sekitarnya dan selalu berupaya untuk menemukan solusi-solusi
untukmenyelesaikannya.
Ketiga, collaboration , anak Indonesia
harus menghargai keberagaman, melihat setiap masalah dengan pendekatan
multidisiplin, dan menyelesaikan masalah dengan kolaborasi dan kerja tim
sehingga terwujud solusi komprehensif.
Keempat, creating, anak Indonesia harus
memiliki daya cipta, semangat membara untuk berinovasi, dan bernyali besar
untuk mengubah dunia.
Bonus demografi
adalah kesempatan yang terjadi hanya sekali dalam sejarah sebuah bangsa. Untuk
menyongsong itu, bangsa ini harus membangun sebuah model pendidikan yang mampu
mengubah Generasi Penghafal menjadi #GenerasiPencipta.
Dari okozonefinance
0 Response to "Puncak Bonus Demografi 2030, Indonesia Harus Siapkan Manusia Hebat"
Posting Komentar